Secara sederhana lafadz musta’mal ialah lafadz yang ada pemakaian dalam suatu bahasa atau dengan kata lain lafadz yang menunjuki kepada makna. Sedangkan isti’mal sendiri ialah tahapan kedua terhadap suatu lafadz sesudah wadha’.
Yakni, perwujudan suatu lafadz (kata) dimulai dari wadha’, sesudahnya baru lafadz tersebut di isti’mal (dipakai), dan apabila dipakai sesuai dengan wadha’ maka dinamakan dengan hakikat dan apabila tidak sesuai dengan wadha’ dinamakan dengan majaz (metafor).
Dan tahapan yang terakhir ialah hamal (menanggung), yakni si sami’ disaat mendengar suatu lafadz tugasnya ialah mempertanggungkan atau memahami makna dari lafadz yang ia dengar dengan menggunakan kaedah di dalam ilmu bahasa itu sendiri.
Sedangkan muhmal kalau secara bahasa ialah kosong. Maka, lafadz muhmal ialah lafadz yang kosong dari pemakaian. Yakni, lafadz yang tidak dipakai dalam suatu bahasa atau lafadz yang tidak memiliki makna. Misalnya seperti estengklek, esmenenten dan lain-lain.
Tentu kedua kata ini tidak dipakai dalam bahasa Indonesia, walaupun misalnya dipakai dalam bahasa yang lain, itu lain cerita. Yang intinya dua lafadz tersebut tidak dipakai dalam bahasa Indonesia, karena tidak dipakai, dinamakanlah keduanya lafadz muhmal.
Kesimpulannya lafadz musta’mal ialah lafadz yang dipakai dalam suatu bahasa, sedangkan muhmal ialah lafadz yang tidak ada pemakaian dalam suatu bahasa. Sehingga berkemungkinan ada suatu "lafadz" dianggap musta'mal dari satu bahasa dan dianggap muhmal dari bahasa yang lain begitu juga sebaliknya.
Wallahu a'lam
Comments
Post a Comment